Sejarah dan Karomah Masjid Gunung Cilik Wonogiri

Penulis:   Katman | Editor:  Yon Bayu Wahyono
oleh

Metasatu.com – Masjid Gunung Cilik bukan masjid biasa. Jejaknya terekam panjang melampaui sejarah Dusun Pakem Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri.

Meski telah berganti bangunan dan memiliki nama baru, Masjid Sabiilul Muttaqin, namun kesakralannya tetap melekat. Berdiri anggun dalam keabadian di atas bukit

Menurut Ki Jolodoro, tetua di Dusun Pakem yang ikut mengelola kelestarian dan memegang teguh sejarahnya, Masjid Gunung Cilik udah populer dari zaman dahulu meski kala itu pemilik tanah tidak mau mengakuinya.

Masjid Gunung Cilik merupakan pusat pengembangan agama Islam sebelum ada Kota Pracimantoro dan menjadi bagian dari masjid zaman wali yang disebut Masjid Tiban.

Disebut demikian karena tidak ada yang mengetahui siapa yang membangun dan kapan dibangunnya.

Keberadaannya kemudian mengundang warga untuk memanfaatkan sebagai tempatb ibadah dam kemudian mereka mulai bermukim di sekitarnya hingga terbentuk sebuah kampung.

Seluruh material yang digunakan seluruhnya dari kayu jati baik kerangka, atap sirap dan dinding.

Meski bangunan asli telah hilang tanpa bekas, namun keberadaannya masih bisa dilacak dari bukti peninggalan berupa Kitab Kuning dan Al-Qur’an yang terbuat dari kertas sutra yang masih terawat dengan baik hingga saat ini.

Kitab Kuning ditemukan oleh Kyai Imam Karnafi, seorang ulama besar, dan masih disimpan dalam sebuah kantong di Masjid Sabiilul Muttaqin sebagai bukti sejarah.

Ki Jolodoro mengisahkan, tiga ulama dari Demak yang melakukan perjalanan dakwah ke Masjid Gunung Cilik yakni Kyai Gunturgeni, Kyai Kajoran dan Kyai Jlubang.

Kyai Gunturgeni terkenal dengan keilmuan dan makrifatnya yang tinggi. Berdakwah secara fleksibel melalui seni budaya seperti wayang kulit dan suka bertani.

Sedang Kyai Kajoran dengan kebijaksanaan dan kejernihannya tentang ilmu tauhid dan pencerahan yang tinggi. Konon Kyai Kajoran sering melakukan yoga brata di Pantai Sadeng. Ini dilakukan setiap 1 suro. Jika kembali dari pertapaan, dia mengambil batu dari Goa Tambi Semar. Setelah kematiannya, batu tersebut digunakan untuk mengelilingi kuburannya. Kyai Kajoran dimakamkan di makam Blakgedong, di tepi barat Dusun Pakem.

Kyai Jlubang memiliki keunggulan lainnya karena beliau keturunan darah biru. Ilmu dan hikmah serta kesaktiannya sangat terkenal, bahkan sampai saat ini masih sering terjadi pemandangan magis.

Di waktu tertentu seperti terlihat api yang keluar dari makamnya, naik ke langit dan mengelilingi desa. Pusaka yang paling terkenal adalah Rincing Kuning. Kadang menampakkan diri dalam bentuk raksasa seukuran kerbau. Fenomena ini seperti sebuah firasat bagi masyarakat Pakem agar selalu waspada dan selalu mengingat kebesaran Allah SWT.

Meski Masjid Kuno telah mengalami pemugaran dari bentuk aslinya, namun tempat ibadah sarat sejarah tersebut tidak bergeser dari petilasan yang ditinggalkan oleh tiga ulama itu.

Ki Jolodoro berharap keberadaan Masjid Gunung Cilik alias Sabiilul Muttaqin tidak dilupakan sebagai cikal bakal Dusun Pakem yang akhirnya berdiri desa-desa lain di sekitarnya sekaligus sebagai awal mula perkembangan Islam di Wonogiri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *