JAKARTA, Metasatu.com – Fantastis. Meski berbentuk filantropi, namun jangan dikira para pengurus lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT) adalah orang-orang yang bekerja sukarela. Bahkan gajinya jauh lebih tinggi dibanding rata-rata pekerja sektor formal.
Sebagai contoh, gaji presiden ACT pernah mencapai Rp 250 juta per bulan. Setara, bahkan melebihi gaji Chief Executive Officer (CEO) perusahaan start up di Indonesia.
Presiden ACT Ibnu Khajar membenarkan gaji petinggi ACT khususnya jabatan presiden mencapai Rp 250 juta per bulan. Gaji dengan bilangan fantastis itu, kata Ibnu, diterapkan pada awal tahun 2021 lalu.
“Jadi kalau pertanyaan apa sempat berlaku (gaji Rp 250 juta), kami sempat memberlakukan di Januari 2021 tapi tidak berlaku permanen,” kata Ibnu saat konferensi pers di Menara 164 TB Simatupang, Jakarta Selatan, Senin (4/7/2022).
Namun, kebijakan gaji fantastis itu tidak bertahan lama sebab donasi yang masuk ke lembaga ini menurun. ACTm menurut Ibnu, juga telah melakukan audit dan pergantian kepengurusan. Ibnu sendiri mengaku hanya digaji Rp 100 juta per bulan.
Dalam temuan yang dibeber Majalah Tempo berjudul ‘Kantong Bocor Dana Umat’, selain gaji fantastis, petinggi ACT juga menerima sejumlah fasilitas mewah termasuk mobil Alphard
Persoalannya, sumber dana lembaga filantropi berasal dari sumbangan masyarakat. Ada juga yang berasal dari uang Corporate Social Responsibility (CSR). Oleh karena Ibnu menyampaikan permohonan maaf kepada donatur dan masyarakat Indonesia.
“Kami sampaikan permohonan maaf atas pemberitaan ini,” ucap Ibnu.
Ibnu menjelaskan, jauh sebelum ramai diberitakan, ACT sudah melakukan perbaikan manajemen yaitu sejak Januari 2022 Ia juga menyebutkan, ACT sudah melakukan restrukturisasi dan mengganti Ketua Pembina ACT agar bisa dilakukan perombakan.
“Sejak 11 Januari 2022 tercipta kesadaran kolektif untuk memperbaiki kondisi lembaga. Dengan masukan dari seluruh cabang, kami melakukan evaluasi secara mendasar,” ujar Ibnu.
Untuk diketahui, filantropi adalah kegiatan kemanusiaan yang didasari kepedulian dan rasa sosial yang tinggi. Masyarakat menyumbang dan lembaga filantropi yang melakukan penggalangan sekaligus penyalurannya.
Menurut Direktur Eksekutif Filantropi Indonesia Hamid Abidin, dalam perkembangannya, filantropi kemudian dimaknai sebagai upaya untuk berbagi menyalurkan sumber daya dan berderma secara terorganisir untuk kepentingan strategis jangka panjang dan berkelanjutan.
Tidak mengherankan jika kegiatan filantropi di Indonesia berkembang ke sisi pemberdayagunaan. Sebagai contoh, filantropi keagamaan semula hanya fokus pada pembangunan tempat ibadah, bencana atau santunan yatim piatu.
Saat ini kegiatan filantropi berbasis keagamaan juga merambah ranah lain seperti pemberdayaan ekonomi, buruh, perempuan, antikorupsi, dan lain-lain.