JAKARTA, Metasatu.com – Dana hasil sumbangan yang dihimpun lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT) diduga digunakan untuk bisnis. Selain itu penggunaan duit sumbangan untuk operasional juga melebihi 10 persen.
Hal itu disampaikan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana dalam jumpa pers di kantor PPATK, Rabu (6/7/2022).
Dalam keterangannya, Ivan menjelaskan, PPATK menemukan adanya transaksi yang melibatkan entitas perusahaan dengan Yayasan ACT senilai Rp 30 miliar. Saat ditelusuri, pemilik entitas perusahaan tersebut ternyata salah satu pendiri Yayasan ACT itu sendiri.
“Ternyata transaksi itu berputar antara pemilik perusahaan yang notabene juga salah satu pendiri Yayasan ACT,” jelas ungkap Ivan.
PPATK juga menemukan adanya aliran donasi yang tak langsung disumbangkan. Menurut Ivan, dana yang dihimpun ACT dikelola secara bisnis ke bisnis.
Baca juga: Pesta Duit Sumbangan, Petinggi ACT Akui Bergaji Rp 250 Juta Per Bulan
Oleh karenanya, PPATK kemudian melakuklan tindakan pemblokiran terhadap 60 rekening atas nama Yayasan ACT yang tersebar di 33 penyedia jasa keuangan.
Izin Dicabut
Sementara sebelumnya Kementerian Sosial juga mencabut izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) yang telah diberikan kepada Yayasan ACT pada tahun 2022. Pencabutan ini dilakukan karena adanya dugaan pelanggaran peraturan.
Menurut Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendy, alasan pencabutan terkait adanya indikasi pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Sosial.
Muhadjir menuturkan, langkah pencabutan izin ditempuh lantaran pemotongan uang donasi lebih besar dari ketentuan yang diatur.
Berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan menyebutkan, pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak-banyaknya 10 persen dari hasil pengumpulan sumbangan yang bersangkutan.
Sedangkan dari hasil klarifikasi, Presiden ACT lbnu Khajar mengatakan bahwa menggunakan rata-rata 13,7 persen dari dana hasil pengumpulan uang atau barang dari masyarakat sebagai dana operasional yayasan. “Angka 13,7 persen tersebut tidak sesuai dengan ketentuan batasan maksimal 10 persen. Sementara itu, PUB Bencana seluruhnya disalurkan kepada masyarakat tanpa ada biaya operasional dari dana yang terkumpul,” terang Muhadjir seperti dikutip dari Kompas.
Lebih lanjut Muhadjir menyampaikan, pemerintah responsif terhadap hal-hal yang meresahkan masyarakat. Selanjutnya pihaknya akan melakukan penyisiran terhadap izin-izin yang telah diberikan kepada yayasan lain dan untuk memberikan efek jera agar tidak terulang kembali.