Minta Keadilan, Forum Non ASN Jateng Geruduk DPR RI

Penulis:   Estanto Prima Yuniarto | Editor:  Estanto Prima Yuniarto
oleh

CILACAP, Metasatu.com – Forum Non ASN Kabupaten Cilacap (Fornascap) mengikuti audiensi terkait perkembangan penyelesaian Non ASN di daerah oleh pemerintah tahun 2023, Selasa (31/1/2023) lalu.

Penyampaian aspirasi tersebut digelar di Ruang Rapat Komisi II DPR RI, Senayan, Jakarta dari pukul 13.00 hingga 15.45 WIB.

Kedatangan mereka karena diundang DPR RI melalui Ketua
Forum Non ASN (Fornas) Jateng.

Forum dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah tersebut diterima Plt Deputi Bidang Persidangan Setjen DPR RI dan Kepala Biro Persidangan I Setjen DPR RI.

Dari Cilacap diikuti ketua, wakil ketua, dan 2 orang pengurus Fornascap, serta 10 orang perwakilan dari beberapa OPD di lingkungan Pemkab Cilacap.

Audiensi dibuka Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung dari Fraksi Partai Golkar.

Ahmad Doli mengatakan, masalah honorer merupakan masalah yang tak kunjung selesai.

Bahkan, dalam proses penyusunan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, Kemenpan RB
mencontohkan ada sekitar 800 ribu honorer yang tersebar di seluruh Indonesia. Namun, pada November 2022 data tersebut berubah menjadi 2.421.100 honorer.

“Kami dari Komisi II DPR RI sudah mendorong waktu itu. Pintu masuknya di pendataan. Jadi, kami mendorong Kementerian untuk mulai dari data,” kata Ahmad Doli.

Menurutnya, selama ini data tidak pernah clear. Masalah data berdampak langsung pada jumlah honorer yang diangkat menjadi ASN.

Pasalnya, jumlah honorer yang diangkat itu masih tak sebanding dengan yang berstatus Non ASN.

Ketua Fornascap Mafudin membeberkan terkait kebijakan pemerintah dalam perekrutan ASN. Ia meminta, dalam perekrutan ASN/PNS/PPPK untuk mempertimbangkan atau menerapkan asas kemanusiaan dan berkeadilan penuh.

“Karena kami selaku tenaga honorer yang sudah mengabdi lama merasa dianaktirikan. Kami juga memahami bahwa tenaga kesehatan dan tenaga guru adalah garda terdepan bangsa. Namun dengan perekrutan tersebut, tenaga honorer dari teknis seperti dikesampingkan,” ungkapnya.

Untuk itu ia meminta anggota DPRD bisa lebih bijak dalam membuat regulasi. “Kami sangat membutuhkan perhatian penuh dari bapak ibu dewan. Kalau saat ini kami harus ditarungkan dengan anak muda yang baru lulus kuliah dalam mengikuti tes secara umum (tes CAT CPNS/ PPPK). Itu hal yang tidak akan pernah bisa terjadi karena kita dari dasar pendidikan saja tidak memenuhi syarat dan bahkan kami kebanyakan lulusan S3 (SD, SMP, SMA). Bagaimana mungkin kita bisa mengikuti tes tersebut,” katanya.

Bahkan, kata Mafudin, dengan adanya tes PPPK saja yang notabene untuk mengentaskan honorer itu realitanya berbeda dan sangat banyak persyaratan yang sangat-sangat tidak berasaskan keadilan.

Mafudin mencontohkan ada persyaratan (saat tes PPPK) yang sangat tidak memungkinkan untuk mengikuti tes PPPK, seperti melampirkan sertifikat pelatihan dan sejenisnya.

“Pemerintah punya program untuk mengentaskan honorer, tapi masih dibuka untuk umum. Ini menjadi kebijakan yang sangat tidak relevan,” tandasnya.

Ia menuturkan, kebanyakan dari tenaga honorer yang bekerja mengampu pekerjaan yang tidak ada kaitannya dengan tupoksi karena tugasnya membantu ASN yang pekerjaannya keteteran.

“Sehingga pekerjaan atau jabatan yang diampu oleh kami tidak relevan dengan formasi yang akan diambil,” ucapnya.

Untuk itu, Mafudin meminta kepada anggota DPR RI dapat lebih mempertimbangkan lagi dalam membuat suatu kebijakan.

Dan kebijakan pemerintah untuk mengalihfungsikan tenaga honorer (tenaga kebersihan, keamanan, dan driver) menjadi outsourcing menurutnya tidak sesuai.

“Kami selaku tenaga honorer sudah banyak berperan dan membantu tugas ASN, dan dari sisi kesejahteraan kami masih sangat jauh dari rata-rata,” ujarnya.

Mafudin lantas mencontohkan, gaji honorer di Kabupaten Cilacap mencapai Rp 1,3 juta. “Belum dipotong BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, dan iuran lainnya. Kami juga merasakan adanya kesenjangan antara kami dengan ASN baik dari sisi gaji maupun tambahan penghasilan lainnya. Kami tenaga honorer hanya dapat dari belas kasihan yang nominalnya tidak seberapa dari ASN yang menyisihkan tambahan penghasilannya yang dibagikan kepada kami,” ungkapnya.

Forum pun memberanikan diri menyampaikan hal-hal terkait yang dirasakan oleh semua tenaga honorer.

Mereka meminta anggota DPR RI
untuk bisa menerima usulan agar mereka dapat diangkat menjadi PNS.

Pengangkatan tenaga honorer yang sudah lama mengabdi untuk bisa dipertimbangkan menjadi ASN/PPPK lewat jalur afirmasi penuh.

Perubahan kriteria pendataan Non ASN tahun 2022 dapat mengakomodir semua Non ASN termasuk driver, keamanan, kebersihan, pegawai BLU/BLUD, pemungut retribusi, operator alat berat, tenaga teknis/administrasi yang ada di puskesmas, tenaga LPPL, dan sebagainya.

Penambahan peta jabatan yang dapat diisi oleh seluruh Non ASN,
mengakomodir kebutuhan jabatan/formasi yang dibutuhkan di masing-masing OPD/kecamatan/kelurahan.

Meninjau kembali kebijakan penghapusan tenaga Non ASN dan meninjau kembali sistem outsourcing.

Forum berharap anggota DPR RI bisa melihat jauh ke daerah-daerah agar permasalahan ini bisa diselesaikan dengan baik, berasaskan kemanusiaan dan berkeadilan, karena banyak pemetaan formasi ASN/PPPK yang tidak banyak diampu oleh teman-teman honorer seperti tenaga teknis penyuluh pertanian, penyuluh perikanan, tenaga administrasi non nakes yang ada di puskesmas, para operator alat berat di PUPR, para penarik retribusi pasar, petugas Lembaga Penyiaran Publik Lokal, petugas yang ada di Dinas Pertanian, dan tenaga honorer di kelurahan/kecamatan.

Afif, Fornascap dari DPMPTSP mengatakan, agar ada payung hukum/kebijakan kepada honorer K-I.

Ahmad Samsul dari Fornas Kota Pekalongan meminta agar kebijakan khusus terkait tenaga teknis kebersihan, penjaga pasar, dan driver dari Dinas Lingkungan Hidup.

Mereka menyayangkan bahwa akhir-akhir ini perekrutan bukan lagi menggunakan seleksi.

Karena itu, mereka meminta pemerintah mencabut Surat Edaran Menpan RB Nomor B/185/ M.SM.02.03 Tahun 2022 tentang Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Pada Nomor 6 Paragraf (b) mengenai menghapuskan jenis kepegawaian selain PNS dan PPPK di lingkungan instansi masing-masing dan tidak melakukan perekrutan pegawai Non ASN.

Mengubah aturan rekrutmen PPPK yang menyebutkan jabatan yang dilamar harus sesuai dengan pendidikan/ijazah linier.

Mengadakan PPPK pada instasi pemerintah daerah yang proses rekrutmennya mengapdosi apa yang telah dilakukan oleh Kemenkes, Kemendikbudristek, di mana rekrutmennya mempriotritaskan/memberikan aturan di awal yaitu mengutamakan tenaga honorer atau kontrak di instansi pemerintah.

Perihal persyaratan surat keterangan kerja untuk diubah hanya bagi pelamar yang telah bekerja di instasi pemerintah, sehingga menggugurkan pelamar yang bekerja di swasta/di luar instansi pemerintah.

Mengubah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 pada Bab 15 Ketentuan Peralihan.

Pasal 99 yang menyebutkan batasan tenaga kontrak/honorer yang bekerja di instansi pemerintah hanya akan tetap dipekerjakan sampai 5 tahun sejak peraturan tersebut diundangkan dan akan berakhir pada 28 November 2023 untuk dapat diubah menjadi pekerja berkelanjutan dengan diangkat menjadi PPPK.

Sekretaris Fornas Jateng Ahmad Kusnadi mengusulkan untuk penekanan kebijakan terhadap driver dan petugas palang pintu.

Rini dari Fornas Kabupaten Banjarnegara mengatakan, tenaga honorer yang telah mengabdi lama dan mengikuti tuntutan pemerintah terkait kualifikasi pendidikan, tidak terakomodir.

“Belum terakomodir untuk mengikuti PPPK, tidak lolos.
Kami meminta ada pengangkatan secara afirmasi penuh,” katanya.

Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli menanggapi bahwa pihaknya dalam menerima tuntutan atau masukan dari Forum Non ASN tidak sebagai catatan saja, tetapi akan ditindaklanjuti dengan stakeholder terkait, dalam hal ini Kemenpan RB.

“Kami juga melakukan sidang sampai 4 kali guna membahas Undang-Undang ASN. Pendekatan penyelesaian menengah dan cepat, koordinasi dengan Menpan RB guna mencari formula penyelesaian tenaga honorer, dan kami ke depan berharap akan membentuk pansus karena sekarang kami lebih intensif dengan Menpan RB yang baru guna mendorong pendataan. Juga kami meminta kepala daerah terkait surat pertanggungjawaban mutlak.
Semoga kita semua dalam masa-masa akhir segera bisa menyelesaikan permasalahan ini,” kata Ahmad.

Guspardi Gaus dari Fraksi PAN menerangkan pihaknya telah melakukan rapat dengan serius hingga 3 kali, dan akan tetap memperjuangkan apa yang dikeluhkan Forum dan memohon Forum mengumpulkan data-data yang belum terinput, supaya berdaya guna dan berhasil guna.

“Kami mohon data tersebut dikirim ke Komisi II DPR RI dan tembusan kepada Menpan RB,” katanya.

Heru Sudjatmoko berharap Forum Non ASN bisa berkoordinasi dan berkomunikasi.

“Kami akan berusaha memperjuangkan harapan teman-teman semuanya,” ucapnya singkat.

Agung Widyantoro dari Fraksi Partai Golkar mengatakan mengapresiasi perjuangan Forum sebagai perjuangan yang luhur. ” “Nantinya kami akan melakukan pendataan yang output-nya bukan penghapusan, tetapi membatasi perekrutan. Intinya saya mendukung penuh perjuangan teman-teman,” ujarnya.

Riyanta menyatakan sepakat memperjuangkan Forum untuk menyelesaikan UU No 5 Tahun 2014 segera direvisi dan segera direalisasikan.

“Sangat mengapresiasi kehadiran bapak ibu semuanya. Progres untuk penyelesaian honorer sudah ada kemajuan yaitu dengan dibukanya formasi guru dan tenaga kesehatan sudah ada.
Komitmen kami yang sama terkait formasi tenaga teknis, kepegawaian di daerah fair mendukung data karena kita bicara pakai data dan bukan pakai asumsi. Bapak ibu harus tetap melakukan upaya-upaya yang baik, kami tidak ada keraguan sedikit pun untuk memperjuangkan bapak ibu semuanya,” tegasnya.

Seluruh anggota Komisi II DPR RI menyatakan menerima tuntutan atau masukan dari Forum dan siap untuk memperjuangkannya. “Kami akan melakukan koordinasi terkait ini dengan pemerintah, khususnya Menpan RB. Kami akan berusaha memutuskan suatu kebijakan atau regulasi yang berpihak kepada teman-teman Non ASN,” tuturnya.

Fornas Jateng menyatakan bersyukur bisa menyampaikan uneg-uneg mereka.

Dan Forum meminta jika ada pertemuan Komisi II DPR RI dengan Kemenpan RB diikutkan.

“Kami juga akan segera mengadakan audiensi dengan Gubernur dan akan menyampaikan hasil pertemuan ini kepada bupati/wali kota,” kata Mafudin dalam keterangan tertulis, Sabtu (4/2/2023).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *