CILACAP, Metasatu.com — Sejarah suatu bangsa tak bisa dipisahkan dari sosok-sosok pahlawan di baliknya. Meskipun mereka hidup di masa lampau namun masyarakat tetap bisa menimba inspirasi dari kisah hidup mereka.
Pemikiran seperti itu merupakan salah satu alasan bagi Thomas Sutasman, untuk menulis sebuah buku mengenai pahlawan pergerakan kemerdekaan kita. Dan pilihannya jatuh pada nama Soekardjo Wirjopranoto.
“Saya merasa terpantik dengan tulisan Soekardjo yang saya temukan jejaknya. Menurut saya tulisan tersebut Inspiratif dan keras pada zamannya. Terutama tulisan jelang kemerdekaan,” papar Thomas Sutasman dalam acara peluncuran buku keduanya berjudul Soekardjo Wirjopranoto Perjuangan dari Kesugihan Sampai dengan New York, Jumat malam (17/6/2022) lalu di Warung Kopi Jalan MH. Thamrin No. 35, Cilacap.
Selain itu Thomas merasa prihatin, bagaimana bisa ada pahlawan nasional berasal dari Kesugihan, Cilacap, tapi tidak dikenal oleh publik Cilacap sendiri. Bahkan Pemerintah Kabupaten sendiri tidak mengabadikan namanya baik untuk jalan maupun bangunan publik.
Thomas berharap sebagai implementasi penulisan buku ini adalah adanya ruang publik atas nama Soekardjo Wirjopranoto.
Acara peluncuran buku sekaligus diskusi mengenai Soekardjo Wirjopranoto tersebut diinisiasi oleh Komunitas Tjilatjap History, yang fokus pada sejarah Cilacap. Audiens yang hadir berasal dari Cilacap, Purbalingga, dan Banyumas.
Hal yang menarik dalam acara peluncuran buku tersebut adalah hadirnya Sigid Moerkardjono Wirjopranoto, putra kedua Soekardjo Wirjopranoto. Sigid hadir bersama istri, Sukma Rani putri sulungnya, serta Jonathan Sukma Moerkardjono sang cucu.
Ketua Tjilatjap History Riyadh Ginanjar mengatakan bahwa dirinya telah memulai usaha pencarian keluarga Soekardjo Wirjopranoto sejak 2017.
“Awalnya saya posting di IG tentang pahlawan nasional dari Cilacap. Tapi tidak ada yang merespon, bahkan banyak yang bilang tidak tahu. Nah, tahun lalu saya mendapat titik terang tentang akar keluarga beliau, yakni makam mbah Wiryo (orang tua Soekardjo) di Kesugihan,” tuturnya.
Berbekal keterangan-keterangan serta data yang telah ia kumpulkan, Thomas Sutasman meneruskan proses penulisan buku tentang Soekardjo Wirjopranoto tersebut.
Kemudian pamflet digital mengenai acara peluncuran buku diposting di akun Instagram Tjilatjap History. Tanpa dinyana pamflet tersebut terbaca oleh seseorang yang mengenal Sigid Moerkardjono sebagai keturunan Soekardjo Wirjopranoto.
“Saya terkejut ketika diberitahu ada penulis yang mau meluncurkan buku tentang Ayah saya. Hal ini membuat saat itu juga saya bertekad harus ketemu penulisnya,” komentar Sigid Moerkardjono di hadapan audiens.
Sukma Rani membenarkan pernyataan ayahnya. Bahkan dirinya turut penasaran dengan buku yang ditulis tentang kakeknya itu.
Gayung bersambut, komunikasi pun segera tersambung antara kedua belah pihak. Hingga akhirnya acara peluncuran buku tersebut dapat dihadiri oleh saksi sejarah langsung.
Sosok yang Luar Biasa
Dalam acara diskusi tersebut terkuak fakta bahwa Soekardjo Wirjopranoto adalah sosok yang luar biasa kiprahnya. Beliau adalah pembelajar dan pejuang sejati, yang fokus pada nasib bangsanya baik sebelum maupun setelah kemerdekaan.
Soekardjo lahir di Kesugihan, ya Cilacap tanggal 5 Juni 1903. Ia pernah berkarir di bidang hukum, politik, pergerakan, dan jurnalistik. Beliau diketahui menguasai 7 bahasa secara aktif yaitu Bahasa Indonesia, Belanda, Inggris, Cina, Italia, Jerman, dan Rusia.
Soekardjo pula yang mencetuskan sebutan Dwi Tunggal Soekarno Hatta, di masa menjelang proklamasi kemerdekaan. Setelah kemerdekaan pun ia aktif menyumbangkan tenaga dan pikiran bagi negara yang masih muda.
Dalam catatan sejarah Soekardjo pernah menjadi Duta Besar di beberapa negara, dan terakhir menjadi wakil tetap RI di PBB. Ketika di PBB Soekardjo memperjuangkan kembalinya Irian Barat ke pangkuan Ibu Pertiwi.
Soekardjo wafat di New York tanggal 23 Oktober 1962, karena serangan jantung. Ia lalu dimakamkan di TMP Kali Bata, Jakarta.
Rencana Duet untuk Buku Selanjutnya
Pada sesi wawancara dengan awak media, Sigid Moerkardjono mengatakan dirinya merasa terkejut, haru, sekaligus bangga atas peluncuran buku tentang sang Ayah.
“Soekardjo Wirjopranoto adalah pejuang untuk negara, yang berasal dari Kesugihan,” ungkapnya.
Sigid pun mengapresiasi kawula muda yang masih punya kepedulian terhadap jasa-jasa para pahlawan. Sebab kepedulian tersebut kini mulai luntur.
Ia berharap Pemerintah Cilacap bisa meneladani hal-hal yang telah dilakukan ayahnya, dalam berjuang mencapai kemerdekaan negara.
Sementara Thomas Sutasman berpesan kepada masyarakat umum agar mengambil spirit dari perjuangan dan kepahlawanan Soekardjo Wirjopranoto.
Thomas bercerita mengenai kesulitan yang dialami saat menulis buku ini, adalah minimnya data yang tercatat oleh sejarah tentang Soekardjo Wirjopranoto.
“Saya mengumpulkan data mengenai Soekardjo selama 4 bulan, kemudian proses penulisan selama 2 bulan,” jelasnya.
Baik Thomas maupun Sigid sama-sama melontarkan gagasan akan berpartner untuk menulis buku selanjutnya tentang Soekardjo.
“Soekardjo menulis di Mimbar Indonesia dan saya punya file tulisannya. Maka itu akan saya salin untuk dijadikan buku lagi berupa Kumpulan Tulisan Soekardjo Wirjopranoto,” ucap Thomas.
“Yang jelas dia adalah pahlawan nasional kelahiran Cilacap. Keprihatinan saya itu di Cilacap belum banyak yang mengenal sosok ini. Saya baca tulisan-tulisan Soekardjo Wirjopranoto, tulisan yang luar biasa, yang tajam, tentang bagaimana untuk merdeka dan bagaimana setelah kemerdekaan, bagaimana mempertahankan kemerdekaan,” tambahnya.
Thomas menegaskan bahwa sasaran buku ini adalah masyarakat umum. Supaya mereka mengenal sosok Soekardjo Wirjopranoto.
Langkah berikut yang akan dilakukannya agar buku ini terpublikasi lebih luas adalah dengan mendatangi instansi-instansi dan tokoh masyarakat. Agar mereka membantu menyebarluaskan sisi kepahlawanan Soekardjo Wirjopranoto.