Mempertanyakan Misi yang Dibawa Jokowi ke Ukraina dan Rusia

Penulis:   Yon Bayu Wahyono | Editor:  Yon Bayu Wahyono
oleh
Jokowi meninjau gedung yang dihantam bom Rusia di Ukraina. Foto: Setpres

PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) telah mengakhiri lawatannya ke Ukraina dan Rusia dalam misi perdamaian. Langkah Jokowi sudah sangat tepat mengingat posisi Indonesia yang sangat strategis.

Di samping bersikap netral sesuai prinsip bebas aktif, saat ini Indonesia juga tengah mengemban mandat sebagai Presidensi G20.

Kepergian Jokowi pun mendapat perhatian luar biasa dari media-media dalam negeri, dan dianggap menjadi capaian sekaligus keberanian luar biasa. Jika misi berhasil, bukan tidak mungkin Jokowi akan dianugerahi Nobel Perdamaian.

Sebagai warga negara Indonesia, kita iku tmendukung upaya yang dilakukan Presiden Jokowi. Terlebih sudah sesuai dengan amanat konstitusi yakni ikut menjaga ketertiban dunia.

Saat ini Presiden Jokowi sudah kembali ke tanah air. Sayangnya, fakta di lapangan tidak sesuai dengan ekspektasi kita. Bahkan kunjungan Jokowi terkesan tidak dalam kapasitas sebagaijuru runding.

Hal itu tercermin dari sikap Presiden Rusia Vladimir Putini.

Seperti kita ketahui, sebelum meninggalkan Ukraina, Presiden Jokowi mengatakan membawa pesan dari Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky yang akan disampaikan kepada Putin. Meski tidak dibuka ke media, kita yakin pesan itu berisi “syarat perdamaian” yang diminta Zelensky.

Tetapi sepanjang pertemuan dengan Jokowi, setidaknya yang diberitakan media, Putin sama sekali tidak memberi tanggapan atas upaya Jokowi. Putin seperti tidak menganggap kedatangan Jokowi dalam rangka membawa misi perdamaian.

Putin justru memanfaatkan kunjungan Jokowi sebagai panggung kepentingannya. Putin menyatakan tertarik untuk melakukan investasi ekonomi di Indonesia yang tidak termasuk dalam agenda kunjungan Jokowi.

Kita tidak yakin Jokowi memanfaatkan kunjungan tersebut untuk misi lain, semisal menawarkan proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur. Seyakin Jokowi tidak membawa tawaran pembangunan pembangkit nuklir di Indonesia.

Sebab jika Jokowi membawa mis itu, tentu akan melukai Ukraina meski Jokowi juga melakukan kesepakatan-kesepakatan bidang di luar misi perdamaian di Kiev.

Namun mengapa Putin malah lebih senang membahas tentang investasi di Indonesia sehingga seolah kedatangan Jokowi sebatas kunjungan bilateral biasa? Seperti diberitakan, tidak ada pernyataan bersama, minimal dari Putin, terkait misi perdamaian yang dibawa Jokowi.

Terlebih, Rusia juga terus meningkat serangan ke Ukraina saat dan selepas kunjungan Jokowi.
Mengapa hal itu terjadi demikian? Pesan apakah yang dititipkan Zelensky kepada Jokowi untuk disampaikan kepada Putin?

Kremlin mengonfirmasi pesan yang dibawa hanya sebuah pesan lisan. Dari jawaban ini, kita masih menaruh harapan, pesan itu tetap memiliki nilai diplomasi dalam konteks perdamaian sekali pun tidak tertulis.

Namun pernyataan dari Kiev justru membuat kita bingung. Juru Bicara Kepresidenan, Sergey Nikiforov mengatakan, jika pemimpin Ukraina ingin menyampaikan pesan kepada seseorang, maka akan dilakukan melalui pidato publik.

Ternyata setelah kunjungan Jokowi, hingga hari ini, Zelensky tidak memberikan pidato politik terkait pesan yang dititipkan kepada Jokowi.

Dari sini kita akhirnya berkesimpulan, Presiden Jokowi tidak membawa kerangka (roadmap) perdamaian. Jokowi baru sebatas tampil sebagai pemimpin yang menegaskan posisinya netral atau bahkan hanya untuk menyampaikan undangan pertemuan G20 2022 di Indonesia. Tidak lebih.

Jika benar demikian, tentu sangat disayangkan. Mudah-mudahan setelah ini ada tindaklanjut secara konkret oleh Kementerian Luar Negeri sehingga kunjungan Presiden Jokowi tidak sia-sia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *