Lucunya Miyabi

Penulis:   Yon Bayu Wahyono | Editor:  Yon Bayu Wahyono
oleh
Miyabi. Foto: Ist

GALA dinner dengan bintang tamu Miyabi alias Maria Ozawa di Jakarta resmi dibatalkan. Salah satu pertimbangannya, menurut Manager Executive Repezen Nada Entertainment yang juga promotor kedatangan Miyabi, Michael Prawira, pihak hotel tidak bersedia menjadi lokasi gala dinner akibat banyak respon negatif. Michael juga mempertimbangkan kondisi saat ini yang menurutnya kurang baik untuk menggelar kegiatan tersebut.

Rencana kedatangan Miyabi di Jakarta memang sempat menimbulkan pro-kontra. Pembelahan opini yang terjadi, seperti juga dalam banyak kasus lain, langsung dihadap-hadapkan pada dua kutub politik warga pengguna internet: kadrun vs cebong.

Itu kelucuan pertama. Masih banyak kelucuan lainnya yang muncul setelah rencana kedatangan Miyabi dipromosikan. Flyer kedatangan Miyabi pun bertaburan di internet yang di-share baik oleh mereka yang mendukung maupun kontra. Andai acara itu tetap berlanjut, niscaya kehebohannya dapat mengalahkan isu lain yang lebih inhern dengan warga bangsa terkait kondisi sosial ekonomi saat ini.

Tulisan ini dimaksudkan agar kita memiliki alasan yang kuat baik saat mendukung, atau pun menolak. Tidak semata karena posisi kaki; terpaksa mendukung karena ingin dianggap pro-kebebasan, terpaksa menolak sebab ingin terlihat agamis. Terlebih, menurut Michael, Miyabi tetap berharap suatu hari nanti bisa datang ke Jakarta karena memiliki penggemar yang banyak.

Miyabi dikenal sebagai artis film dewasa Jepang alias Japan Adult Video (JAV). Penggemarnya di luar Jepang pun dengan mudah mengakses filmnya melalui internet. Latar belakangnya itu yang dijadikan alasan oleh sebagian masyarakat agar pemerintah (baca: imigrasi) menolak kedatangannya di Jakarta.

Pro-kontra rencana kedatangan Miyabi kian panas ketika beberapa waktu lalu ada berita dari Singapura yang memicu polemik. Negara kecil itu menolak kedatangan Ustaz Abdul Somad (UAS) untuk berlibur bersama keluarga dan sahabatnya.

Tanpa bermaksud membandingkan, ada dua narasi besar yang berkelindan, terutama di media sosial.. Pertama, Singapura memiliki hak untuk menerima atau menolak kedatangan warga asing tanpa alasan dan tidak bisa diintervensi negara lain.

Dalam konteks diplomatik kita mengenal isitilah persona non grata di mana suatu negara berhak menolak atau menerima warga negara lain tanpa perlu disertai alasan. Bisa jadi alasannya merupakan rahasia negara yang tidak boleh dibocorkan. Dasarnya adalah Konvensi Jenewa tentang Hubungan Diplomatik.

Kedua, Indonesia tidak bisa menolak kedatangan Miyabi karena tidak dalam rangka pembuatan film porno. Sebelum dibatalkan, Miyabi diagendakan menggelar gala dinner untuk undangan terbatas yakni hanya untuk 50 orang dengan harga tiket Rp 15 juta per orang. Lokasinya di sebuah hotel berbintang di Jakarta, tanggal 5 Juni 2022. Oleh karenanya, menurut Kabid Humas Polda Metro Jaya Endra Zulpan, (andai tidak dibatalkan) kegiatan Miyabi di Jakarta juga tidak memerlukan izin (humas.polri.go.id, 20 Mei 2022).

Dalam konteks hukum internasional, seperti diuraikan di atas, tidak ada yang salah antara kedua kasus tersebut. Namun mari kita telisik lebih dalam dalam konteks kepentingan mayoritas warga bangsa. Sebab setiap negara dalam menjalin hubungan internasional, termasuk lalu-lintas warga dunia, selalu menempatkan kepentingan negara di atas kepentingan lain. Singapura yang secara wilayah tidak ada bandingnya dengan Indonesia, berani menolak kedatangan UAS karena alasan demikian itu.

Indonesia tidak perlu mendebatnya, apalagi mengajukan protes kepada Singapura. Peristiwa ini justru harus dijadikan pelajaran untuk memperkuat kepentingan dalam negeri dan berani menegakannya tanpa embel-embel asal negara, hubungan sosial ekonomi, dll. Jika masuknya orang asing berpotensi melanggar hukum, menebar hal-hal yang tidak sesuai norma, membawa kepentingan yang dapat merugikan Indonesia baik sekarang ataupun di kemudian hari, maka kita wajib menolaknya.

Dengan semangat itu, mari kita lihat kehadiran Miyabi dalam bingkai yang lebih luas. Pertama, dari segi keuntungannya, tentu sangat banyak, mulai pariwisata sampai (mungkin) investasi. Saking banyaknya silakan dicari sendiri dan tidak perlu kita bahas lebih jauh.

Lalu apakah kehadiran merugikan bangsa Indonesia? Banyak juga. Dengan memberi tempat kepada Miyabi, kita sebagai bangsa seolah permisif terhadap pornografi. Benar kehadiran Miyabi tidak ada sangkut-pautnya dengan aktifitasnya (di masa lalu). Tetapi mari kita jujur sejenak, apakah Miyabi tetap akan diundang dalam sebuah acara gala dinner dengan tiket supermahal andai dia bukan bintang JAV?

Kedua, Indonesia memiliki UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Sudah banyak para pembuat dan penyebar konten pornografi yang dijerat dengan UU Pornografi. Meski tidak ada aturan mengenai larangan mengundang atau menampilkan bintang porno, namun perlu dpahami tujuan dari pembuatan UU Pornografi. Di dalam Pasal 3 huruf (a) disebutkan (dikutip utuh), “Mewujudkan dan memelihara tatanan kehidupan masyarakat yang beretika, berkepribadian luhur, menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, serta menghormati harkat dan martabat kemanusiaan”.

Pertanyaannya, apakah menghadirkan (mantan) bintang porno sesuai semangat “mewujudkan (…) tatanan kehidupan masyarakat yang beretika (…) menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa”?

Glorifikasi pada sosok Miyabi berpotensi melahirkan asumsi pembenaran terhadap aktifitas pornografinya. Kehadiran Miyabi bisa ditafsirkan sebagai bentuk dukungan terhadap aktifitasnya di masa lalu. Bagaimana jika dalam acara tersebut Miyabi kemudian mengutarakan rencananya untuk comeback atau bahkan ingin mempromosikan film barunya? Jika pun benar, tentu kita yakin tidak ada pemutaran teaser-nya dalam acara gala dinner, tetapi bagaimana dengan percakapan (verbal)?

Kecurigaan ini memang terlalu jauh,  berlebihan, tetapi bukankah meski telah memberikan itinerary kepada pihak imigrasi, pemerintah Singapura boleh menduga UAS akan memanfaatkan kunjungannya untuk mengkampanyekan radikalisme dan segregasi? Sebab dari kacamata Sungapura, dua hal itu melekat dalam diri UAS.

Sebagai penutup, apakah tidak ada bintang film lain yang lebih berprestasi untuk dihadirkan dalam sebuah acara hebat itu? Kita tidak sedang berasumi, adanya misi lain di balik acara gala dinner dengan menghadirkan Miyabi. Tetapi menafikannya juga belum tentu benar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *