Ketika Hari Lahir PWI Jadi Hari Pers Nasional

Penulis:   Yon Bayu Wahyono | Editor:  Yon Bayu Wahyono
oleh
Logo HPN 2022. Foto: Ist

Metasatu.com – Banyak wartawan yang tidak pernah menghadiri peringatan Hari Pers Nasional (HPN) yang ditetapkan tanggal 9 Februari. Bahkan wartawan setelah era 1994, mungkin asing dengan HPN. Mengapa? Sebab sesungguhnya HPN hanyalah hari lahirnya organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).

Artinya wartawan yang tidak bernaung di bawah PWI dipastikan tidak pernah mengikuti HPN. Oleh karenanya sampai saat ini HPN masih terus dipertanyaan setelah bermunculan banyak organisasi wartawan. Mereka beranggapan menggunakan hari lahir PWI sebagai HPN dianggap sudah tidak tepat.

Berikut ulasan yang di sejarah HPN yang dikutip dari Kompas.

Hari Pers Nasional (HPN) diperingati setiap tanggal 9 Februari, bertepatan dengan hari lahir Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).

Penetapan HPN sendiri sebenarnya diwarnai perdebatan. Berdasarkan catatan Harian Kompas, peringatan HPN pertama kali resmi diselenggarakan pada 9 Februari 1985.

Lokasi peringatan HPN tersebut diselenggarakan di Gedung Utama Pekan Raya Jakarta. Gagasan soal Hari Pers Nasional muncul pada Kongres ke-16 PWI di Padang, Sumatera Barat, tahun 1978. Salah satu keputusan kongres saat itu adalah mengusulkan agar pemerintah menetapkan tanggal 9 Februari yang merupakan hari lahir PWI, sebagai HPN.

Namun usulan tersebut tak langsung disetujui pemerintah yang kala itu dipimpin oleh Presiden Soeharto. Meski begitu, Hari Pers Nasional diperingati pertama kali pada ulang tahun PWI ke-35 tahun 1981. Peringatan tersebut dipusatkan di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, bersamaan dengan Konferensi Kerja PWI.

Lalu dalam sidang ke-21 Dewan Pers di Bandung tanggal 19 Februari 1981, usulan penetapan tanggal 9 Februari sebagai HPN disetujui untuk kemudian disampaikan kepada pemerintah. Baru setelah tujuh tahun diusulkan, Presiden Soeharto menyetujui penetapan tanggal 9 Februari sebagai Hari Pers Nasional. Penetapan HPN diatur dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 5 tahun 1985.

Dalam Keppres tersebut disebutkan sejumlah alasan penetapan HPN, termasuk demi mengembangkan kehidupan pers nasional Indonesia sebagai pers yang bebas dan bertanggung jawab berdasarkan Pancasila.

Selain itu, sejarah perjuangan pers nasional Indonesia dan peranan pentingnya dalam melaksanakan pembangunan sebagai pengamalan Pancasila juga disebutkan dalam Keppres 5/1985. Di dalam Keppres itu juga ditegaskan pemilihan tanggal 9 Februari sebagai HPN didasarkan atas tanggal pembentukan organisasi Persatuan Wartawan Indonesia tahun 1946, yang pada orde baru merupakan satu-satunya organisasi profesi wartawan yang diakui pemerintah.

“Wartawan Indonesia adalah kekuatan perjuangan yang bahu-membahu dengan kekuatan perjuangan lainnya berjuang untuk mempertahankan Republik Proklamasi yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,” kata Presiden Soeharto dalam sambutannya pada Peringatan HPN Pertama, 9 Februari 1985.
“Sebagai bagian dari kekuatan bangsa, pers nasional pun timbul dan tenggelam bersama-sama sejarah bangsanya,” tambah dia.

Soeharto juga mengatakan tugas pers adalah mengungkapkan kebenaran. Ia menyebut pers sebagai obor penerangan. Tak hanya itu, Soeharto sekaligus menegaskan fungsi pers yang menurutnya merupakan penyalur informasi yang objektif, melakukan kontrol sosial yang konstruktif, menyalurkan aspirasi rakyat, dan meluaskan komunikasi dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila.

“Pers nasional dalam zaman pembangunan ini tidak saja merupakan cermin pasif dari keadaan masyarakat Indonesia, tidak cukup hanya memberikan informasi melalui berita-berita objektif. Tetapi, pers nasional sebagai kekuatan perjuangan bangsa harus dapat menjadikan dirinya sebagai kekuatan pembaharuan,” papar Soeharto saat itu.

Meski sudah diperingati setiap tahunnya sejak 1985, penetapan HPN pada tanggal 9 Februari masih terus menjadi perdebatan. Penetapan HPN yang diambil dari hari lahir PWI dianggap tidak mewadahi suara organisasi wartawan lain yang memiliki visi berbeda.

Berbagai organisasi pers kerap melontarkan kritik terkait hal ini. Aliansi Jurnalis Independen (AJI), yang lahir di akhir-akhir kepemimpinan Soeharto, dan Ikatan Jurnalis Televisi Indoensia (IJTI) menjadi organisasi pers yang kerap mempersoalkan relevansi penetapan tanggal 9 Februari sebagai HPN. AJI i berdiri tahun 1994 atas gagasan sejumlah wartawan yang menginginkan independensi pers.

Usai Orde Baru runtuh tahun 1998, mulai bermunculan organisasi-organisasi pers baru, termasuk IJTI. Beberapa kalangan mempersoalkan penetapan hari PWI sebagai HPN karena PWI bukanlah satu-satunya organisasi wartawan yang ada di Indonesia.

Melansir dari Kompas.id, pada masa pemerintahan Kolonial Belanda, pernah ada Inlandsche Journalisten Bond (IJB) yang berdiri tahun 1914 di Surakarta. Kemudian ada juga Sarekat Journalist Asia yang tahun tahun 1925, Perkumpulan Kaoem Journalist pada 1931, dan Persatoean Djurnalis Indonesia yang dideklarasikan tahun 1940. PWI baru berdiri 6 bulan usai Indonesia merdeka, tepatnya 9 Februari 1946.

AJI dan IJTI beberapa kali mengadakan seminar khusus untuk mencari tanggal HPN. Beberapa pembicara dihadirkan, mulai dari sejarawan, peneliti, hingga sejumlah tokoh pers. Dalam salah satu seminar itu, sempat muncul usulan adanya penetapan Hari Jurnalis Indonesia di samping HPN. Hari Jurnalis Indonesia diusulkan diperingati sesuai tanggal meninggalnya tokoh Pers Indonesia, Tirto Adhi Soerjo yaitu pada 7 Desember.

Seperti diketahui, Tirto meninggal dunia pada 7 Desember 1981. Ia merupakan salah satu tokoh kebangkitan nasional Indonesia, dan dikenal sebagai perintis persuratkabaran dan kewartawanan Indonesia. Tirto menerbitkan surat kabar Medan Prijaji, Suluh Keadilan, dan Putri Hindia. Di tangan Tirto, pers menjadi wahana untuk melatih rakyat jelata membela hak-haknya di hadapan penguasa.

Usulan lain sempat disampaikan AJI dan IJTI. Kedua organisasi wartawan tersebut pernah mengusulkan agar tanggal HPN diperingati setiap tanggal 23 September untuk mengenang momen kebangkitan pers nasional lewat disahkannya Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.

Tahun 2018, Dewan Pers kemudian menggelar diskusi untuk memfasilitasi persoalan ini. Namun sejumlah perwakilan PWI daerah menolak perubahan tanggal HPN dan mendesak Dewan Pers menghormati keputusan Presiden Soeharto. Peringatan HPN hingga tahun 2022 pun masih tetap sama, yaitu pada tanggal 9 Februari. Tahun ini, peringatan Hari Pers Nasional berlangsung di Kendari, Sulawesi Tenggara, setelah setahun sebelumnya peringatan HPN di Kendari tertunda karena pandemi Covid-19.

Dalam peringatan HPN tahun 2022, digelar penanaman mangrove sebagai simbol agar pers bisa bertumbuh lebat seperti mangrove. Kemudian, dilakukan juga pelepasliaran anoa dengan langkah-langkah tertentu agar tak membahayakan bagi jenis hewan itu sendiri.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) hadir secara virtual dari Istana Bogor dalam peringatan HPN tahun 2022. Ia pun menyampaikan ucapan selamat Hari Pers Nasional untuk semua insan pers Indonesia.

“Atas nama masyarakat, bangsa, dan negara, saya menyampaikan selamat hari pers kepada seluruh insan pers Indonesia di mana pun berada,” ujar Jokowi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *